Pak Ridwan, "Keropak", dan Prinsip "Seikhlasnya"
Dewi Masitoh (1,266)
694 10 14-03-2013
1 suka
23-04-2014, 10:16:14
http://assets.kompas.com/data/photo/2014/04/22/131644520140421-222323780x390.JPG Seorang pria berperawakan gempal menapaki panggung berukuran besar. Langkahnya tenang, setenang pancaran wajahnya. Dia, Raden Ridwan Hasan Saputra, salah satu peraih anugerah Tokoh Perubahan 2013 dari salah satu harian nasional. Setelah menerima trofi, Ridwan berjalan menuju podium yang telah disediakan di sisi kiri panggung. Di hadapannya ada banyak tokoh, termasuk pejabat sekelas menteri. Ia tak berhenti tersenyum. Sepertinya, itu cara dia supaya tak grogi. "Saya bingung kenapa saya dipilih," ujar Ridwan membuka kalimat dari atas podium di Gedung Teater Jakarta, Senin (21/4/2014) malam. Dia merasa tak pernah berbuat hal istimewa. Tawa hadirin pun pecah. Tepuk tangan riuh menyusul. Ini kisah Ridwan Ridwan adalah pengajar Matematika di lembaga les yang dia bangun pada 2001, Klinik Pendidikan MIPA (KPM), di Bogor, Jawa Barat. Pada tahun yang sama, ia menyelesaikan studi di Pascasarjana Teknologi Pertanian IPB. Pada awalnya, KPM hanya punya dua murid usia Sekolah Dasar. Rumah tipe 21 miliknya, dia sulap menjadi tempat belajar bagi para siswa KPM. Ridwan mengaku saat itu tak berkecil hati. Dengan telaten dia bagikan ilmu yang dia punya kepada para siswa. Dua tahun berlalu. Ridwan pun mulai membuat terobosan istimewa. Dia hapus patokan tarif untuk siswa. Sebagai ganti, dia sediakan sebuah keropak untuk menampung uang dari siswa. Nominalnya? Seikhlasnya. Keropak adalah semacam kotak amal. Dari foto yang diperlihatkan dalam penghargaan itu, kotak tersebut nampak berbahan kardus biasa. Agar rapi, sampul kertas coklat melapisi kotak itu. Isi dari keropak dipakai Ridwan untuk menutup biaya operasional lembaga les tersebut. Bila masih ada lebih, barulah dia pakai untuk kepentingan lain. Dia berkeyakinan, niat baik memang tak selalu mudah dijalani. "(Tapi) kesibukan ini seperti hobi yang dikerjakan dengan senang hati." Hasil mulai terlihat Hari berlalu, tahun pun berganti. Ketelatenannya mulai menampakkan hasil. Pada medio 2007, ia berhasil membawa empat anak didiknya bertanding di Olimpiade Matematika tingkat SD di India. Di sana, rombongan kecil Ridwan ini menyabet tiga medali emas, satu perak, dan satu perunggu. Kabar baik itu menyebar dari mulut ke mulut warga di sekitar rumahnya. Orang yang awalnya menggunjing, kini berbalik memujinya. Banyak orangtua yang kemudian tertarik menitipkan anak mereka mengikuti les di KPM. Jumlah murid Ridwan terus bertambah. Namun, sistem pembayaran di lembaga lesnya tetap tak berubah. Keropak dan seikhlasnya. Kini, 2014, KPM sudah punya cabang di enam kota. Selain di Bogor, KPM juga ada di Surabaya, Solo, Depok, Bekasi, dan Semarang. Muridnya, 2.500 orang, dari tingkat SD dan SMP. Dari jumlah siswa itu, 1.100 anak masuk kategori kelas khusus. Bila dulu Ridwan mengajar sendirian bak hobi, sekarang Ridwan punya 25 karyawan dan 100-an staf pengajar. Rahasia metode pengajaran Ada dua hal yang diterapkan Ridwan di KPM. Pertama, metode seikhlasnya. Prinsip ini berlaku bagi semua murid dan staf pengajar. Tujuannya, kata Ridwan, memberikan ruang yang lebar untuk anak miskin mendapatkan hak pendidikan. Kedua, metode Matematika nalaria realistik. Dengan metode ini, Ridwan mengedepankan belajar Matematika yang menyenangkan dan tidak fokus pada hafalan. Semua siswa dilatih menggunakan soal-soal yang terkait kehidupan sehari-hari. Di luar itu, Ridwan juga mewajibkan semua siswa yang beragama Islam untuk mengaji dan mendirikan shalat. Ia ingin membentuk pribadi yang seimbang, yaitu unggul secara akademis dan memiliki kedalaman religius. "Kadang-kadang saya suka bilang, yang enggak shalat dan ngaji enggak boleh belajar di sini. Akhirnya semua pada shalat," kelakar Ridwan. Tentu saja, itu hanya cara dia mengingatkan para siswa dan mengajak mereka membangun kesadaran. Paling berkesan, ungkap Ridwan, adalah saat tim dari lembaganya berhasil menorehkan hasil baik di Junior Balkan Mathematical Olympiad (JBMO) di Turki, beberapa tahun lalu. Dalam kompetisi itu, siswa-siswanya mengalahkan pesaing kuat dari Amerika Serikat dan Rusia dengan mendapatkan dua emas dan dua perunggu. "Dengan rendah hati, maaf Pak Menteri, kami juga pernah mengalahkan tim dari Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) di Olimpiade Matematika," ucap Ridwan malu-malu. Salah satu tamu dalam penghargaan malam itu adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh. Risiko dan rezeki Segala hal punya risiko dan konsekuensi logis. Tak terkecuali aktivitas Ridwan. Pada saat bersamaan dia bergelut dengan idealisme dan realitas kehidupan keluarga. Ridwan sekarang sudah berkeluarga, dengan satu istri dan tiga anak. Putri pertamanya duduk di bangku kelas 3 SD. Dengan metode bayar seikhlasnya, Ridwan tentu saja tak dapat berbuat banak. Uang keropak yang dia buka setiap dua pekan sekali kerap hanya habis untuk biaya operasional, termasuk honor karyawan dan staf pengajar. Bukan sekali dua kali, Ridwan mendapati keropak-nya kosong melompong. Tak ada satu pun siswa yang memasukkan uang ke sana. Nombok, tentu saja. Beruntung, kehidupan rumah tangga Ridwan berjalan harmonis. Kesulitan yang datang silih berganti tak menggoyahkan bahtera tersebut. Sebagai gambaran, Ridwan berpindah kontrak sebanyak enam kali sejak mula pertama mendirikan KPM. Dia memilih pindah kontrakan bila tak punya biaya untuk memperpanjang sewa. Akhirnya, Ridwan membawa istri dan tiga anak mereka ke rumah orangtuanya di Ciomas, Bogor, Jawa Barat. "Sebenarnya yang lebih pantas dapat penghargaan itu ibu saya atau istri saya," ujar dia. Ridwan pun bercerita lagi. Pada suatu ketika dia sangat terdesak kebutuhan keluarga. Uang yang dia miliki tak seberapa. Beberapa ikat singkong menjadi solusi untuk mengisi perut keluarga ini. "Saya bilang sama istri saya, hidup dengan saya itu tegang. Kadang-kadang harus siap jual motor atau jual rumah," ucap Ridwan. Meski begitu, dia bertekad melanjutkan apa yang sudah di lakoni lebih dari satu dasawarsa. Ridwan berharap ada banyak tempat belajar seperti KPM di tempat lain. Tujuannya satu saja, "Memberikan hak yang sama untuk anak-anak Indonesia." Ridwan mengaku tak pernah khawatir mengenai rezeki. "Ini adalah cara yang saya pilih untuk bersyukur kepada Tuhan," kata Ridwan. "Dengan begitu, tak ada lagi yang perlu dirisaukan." Dia berkeyakinan Tuhan hadir menemani setiap langkahnya. "Ibu saya bilang jadi laki-laki jangan lembek karena kita punya mimpi besar. Dengan beribadah, maka rezeki di langit dan di dalam bumi akan turun dan keluar," tutur Ridwan Sumber : kompas.com

 

Silahkan login untuk meninggalkan balasan.

Pesan

Notifikasi