Difabel Asal Kudus Ini Ciptakan 5 Aplikasi & Siap Ke Gedung Putih
Dewi Masitoh (1,266)
694 10 14-03-2013
2 suka
26-07-2019, 10:23:35

Kudus - Namanya Anjas Pramono, difabel bersemangat tinggi dan berprestasi luar biasa. Dia telah meraih penghargaan taraf internasional atas prestasinya menciptakan lima aplikasi.

Berbincang dengan detikINET, mahasiswa Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (UB) ini menceritakan perjalannya membuat aplikasi tersebut.

"Saya telah membuat lima aplikasi. Semuanya berbasis Android. Sebagian besar berkaitan dengan isu disabilitas. Dan semuanya Alhamdullah saya ikutkan lomba. Semuanya menang, ada yang emas, perak, dan perunggu," ujarnya saat ditemui di Susu Muria Cafe, Kudus beberapa waktu lalu.

Anjas membuat aplikasi bernama Difodeaf, sebuah kamus bahasa isyarat. Aplikasi ini diganjar medali emas dari University of Malaysia pada 2018.

"Lewat aplikasi Difodeaf, kita bisa mengubah bahasa Inggris atau Indonesia menjadi gambar bahasa isyaratnya seperti apa. Ada gamenya juga," terang pemuda asal dari Desa Besito, Kecamatan Gebong, Kudus ini.

Aplikasi kedua yang dibuat bernama Locable. Adalah kepanjangan dari Location for Difable. Aplikasi ini untuk menjawab kendala teman-teman difabel agar bagaimana bisa mengakses tempat yang ramah disabilitas. 

"Saya sudah pernah ke beberapa wisata, saat ke objek wisata, ternyata di sana tidak ada bidang miring, dan alat-alat ramah difabel. Saya ngangur," ujar Anjar

Karya ketiga yang dibuatnya adalah aplikasi jual beli disabilitas (jubilitas). Dia membuat aplikasi ini karena ingin memberikan ruang kepada difabel untuk berwirausaha. Mengingat kesempatan mereka mendapatkan pekerjaan seperti di kantor dan sebagainya sangat kecil.

"Begini persepsi saya, disabilitas tidak bisa kerja maksimal di perkantoran. Minim bukaan lowogan kerjaan. Kami berjuang sendiri yakni membuat wirausaha. Nah berwirausaha, teman-teman difabel butuh ruang e-commerce. (Bisa) Di aplikasi jubilitas," tutur pemuda 21 tahun itu.

Ada juga aplikasi yang dibuat Anjas, berkaitan tentang transportasi. Aplikasi tersebut dipasang di angkot dan dapat perunggu di Bali tahun kemarin. 

"Saya buat sistem agar angkot lebih bisa bersaing. Angkot kan ada rute, angkot ada di mana. Jadi memudahkan kita mendapatkan angkot karena ada informasi keberadaan angkot," terang putra pasangan Sukamto (46) guru SMP 2 Kaliwungu Kudus-Sri Susilowati (43) perawat RSUD Kudus ini.

Terakhir ada aplikasi guru ngaji. Aplikasi ini berguna untuk orang tua yang akan memilih guru ngaji untuk anaknya. Sebab di kota besar macam Jakarta, atau Surabaya, tidak sedikit guru ngaji yang mengajarkan ilmu yang radikal.

"Misal saya punya anak, maka saya bisa pilih guru ngaji. Supaya tidak bertemu dengan guru ngaji yang radikal. Karena saya bila punya anak tidak mau kalau salah pilih guru ngaji. Di aplikasi itu terdapat daftar guru ngaji, asal tempat pendidikan atau pondok pesantren mana, murid dari kiai siapa," jelas Anjas.

Tak kalah membanggakannya, Anjas menjadi satu dari tiga mahasiswa Indonesia yang akan menuju Gedung Putih alias kantor presiden AS di Washington DC.

Dia akan menyampaikan konsep sosial yang jadi filosofi warga Kabupaten Kudus, Gusjigang. Akronim dari akhlak yang bagus, pintar mengaji dan berdagang.

"Saya ke Gedung Putih pada 21 September. Visa ditanggung embasi Amerika. Saya persentasikan konsep Gusjigang. Parameter orang beraklak akan seperti apa. Saya dapat kesempatan satu bulan di sana. Adu gagasan di sana. Semua proyek ditanggung penyelenggara." kata sulung dari dua bersaudara ini.

Dia berharap nantinya konsep Gusjigang akan dibuatnya dalam sebuah aplikasi Android. Agar nantinya bisa menjadi kontribusinya bagi kota kelahirannya. Pria tuna daksa ini berharap bisa ikut membangun kotanya.

Penolakan & Bullying
Kendati kini menorehkan banyak prestasi yang membanggakan, banyak hal pahit dirasakan Anjas sebagai seorang difabel.

Anjas mengalami kelainan penyakit tulang bernama Osteo Genesis Imperfecta. Kelainan berupa pengeroposan tulang dan merapuhnya tulang ketika masih kanak-kanak. Tepatnya sejak kelas 5 SD.

Karena kondisi fisiknya itu, dia sempat mendapatkan penolakan saat hendak masuk salah satu SMP di Kudus. Walaupun akhirnya diterima, yang tidak dilupakannya, ada oknum guru di SMP itu pernah melontarkan kalimat agar Anjas masuk SMP luar biasa saja. 
Padahal dia mendapatkan nilai terbaik nomor 5 se-Kabupaten Kudus saat itu.

"Saya punya pengalaman pahit saat masuk SMP, hampir ditolak karena saya difabel. Saat itu, NEM saya 28,5. Rata-rata nilai saya 9, sekian. Saya peringkat satu di sana. Tapi saya disuruh ke SMP LB oleh sekolah," terang Anjas

"Mental anak pasti down. Nilai saya tinggi, nomor 5 se-kabupaten. Saya malah diminta ke SMPLB dengan alasan tidak punya guru untuk membimbing disabilitas. Saya tidak butuh itu. Mereka beralasan tidak punya fasilitas. Zaman dulu saya tidak punya kursi roda, saya digendong. Itu alasan yang tidak rasional," kenangnya.

Anjas pun mengaku mengalami bullying dari lingkungan di SMP-nya. Tapi semua itu tidak berlanjut saat masuk SMA. Malah pihak sekolah memberikan dukungan penuh.

"Meski akhirnya saya bisa masuk SMP itu, tapi di lingkungan sekolah itu saya kerap dibully, tidak mendapat dukungan sana sini. Beda saat saya masuk SMA. Di salah satu SMA favorit di Kudus, saya bisa masuk. Bahkan di SMA saya, memberikan peluang lebar untuk saya berkarya. Bahkan sekolah langsung membuat bidang miring (fasilitas difabel) tanpa saya minta," ujarnya.

Dukungan yang begitu besar dari SMA-nya, membuat Anjas bisa menorehkan prestasi. Pada 2014 dia mewakili Indonesia di olimpiade Matematika di Singapura.

"Saat di SMP saya bukan siapa-siapa," ungkapnya mengenang momen yang masih membekas di hatinya.

 

Sumber : detik.com

 

 

 

Silahkan login untuk meninggalkan balasan.

Pesan

Notifikasi