Kesenian Ketuk Tilu
(497)
3 0 08-11-2016
2 suka
08-11-2016, 14:10:52
2.1 Sejarah Kesenian Ketuk Tilu
Ketuk tilu merupakan salah satu kesenian di dalam tatanan karawitan Sunda. Ada sebuah sumber yang menyatakan bahwa kesenian ketuk tilu ini sudah ada di tataran Parahiyangan pada tahun 1809. Sampai saat ini belum ada sumber yang mengungkap siapa tokoh yang menciptakan atau yang memunculkan kesenian ketuk tilu ini. Pada mulanya kesenian ketuk tilu berfungsi sebagai media ritual yakni digunakan oleh masyarakat sebagai bentuk rasa syukur kepada Dewi Sri ketika penduduk atau masyarakat sudah melaksanakan panen padi. Upacara ini dilakukan pada malam hari dengan mengarak seorang gadis desa sebagai lambang dari Dewi Sri dan diiringi oleh bebunyian dan arak-arakan yang sangat ramai. Biasanya arak-arakan itu akan berhenti di suatu tempat yang luas (lapangan) dan sang gadis pun kemudian akan didudukkan di bambu dekat oncor (lampu yang terbuat dari bambu dengan minyak tanah sebagai sumber energinya). Ketuk Tilu di masa itu merupakan perkembangan masyarakat yang masih menganut aliran kepercayaan.
Seiring berjalannya waktu Ketuk Tilu juga bukan hanya digunakan sebagai media ritual saja tetapi juga suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup luas. Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh karena itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.
Saat ini daerah-daerah yang masih memiliki kesenian tari ketuk tilu adalah di Kabupaten Bandung, Karawang, Kuningan dan Garut namun jumlahnya sangat sedikit, itu pun hanya diminati generasi tertentu (kaum yang fanatik terhadap seni ketuk tilu). Sedangkan generasi mudanya lebih menyukai seni tari Jaipongan (pengembangan kreasi dari ketuk tilu) karena tarian dan iramanya lebih dinamis dan dapat dikombinasikan dengan tari-tarian modern.
Istilah ketuk tilu adalah berasal dari salah satu alat pengiringnya yaitu bonang yang dipukul tigakali sebagai isyarat bagi alat instrument lainnya seperti rebab, kendang besar dan kecil, goong untuk memulai memainkan sebuah lagu atau hanya sekedar pengiringnya saja.
Tari Ketuk Tilu dan tari-tari lainnya memiliki perbedaan, baik dilihat dari gerak-gerak tarinya yang khas, Karawitannya, serta memiliki ketentuan-ketentuan yang khas dalam penyajiannya. Dalam Tari ketuk Tilu terdapat gerakan-gerakan yang berpola Kendang, gerakan-gerakan yang merupakan gambaran keseharian, serta ada pula gerakan-gerakan yang berupa improvisasi yang disesuaikan dengan irama lagu pengiringnya. Di samping itu, Tari Ketuk Tilu juga memiliki warna tertentu yaitu: gembira, romantis, merangsang, horitis, cerah, Iincah, akrab, dan penuh penjiwaan.
Ketuk tilu juga merupakan perkembangan dari skanisme yang pada saat itu masyarakat banyak menganut paham animisme dan dinamisme. Sebelum menari, laki-laki dan wanita bersama biasanya mengawalinya dengan ibing tunggal / ibing jago yang terdiri dari 3 lagu Cikeruhan, Cijagran, dan mamang. Sedangkan untuk bagian pada gerakan ketuk tilu diantaranya goyang, pencak, muncid, gitek dan geol.

2.2 Jenis Waditra Ketuk Tilu
Waditra adalah sebutan untuk alat musik atau instrumen musik tradisional di Tatar Sunda. istilah ini biasa dipakai di karawitan sunda.
Ditinjau dari perangkat tabuhan, Ketuk Tilu adalah nama perangkat tabuhan yang tersebar hampir di seluruh tatar Sunda. Nama Ketuk Tilu sendiri diambil dari nama sebuah alat musik pengiring yakni 3 buah ketuk (bonang).
Waditra lainnya yang merupakan kelengkapan tabuhan Ketuk Tilu, adalah satu unit Rebab, satu buah Goong, satu buah Kempul, satu buah Kendang besar, dua buah Kulanter / Kendang kecil, serta satu unit kecrek.


2.3 Kostum Ketuk Tilu
Kostum yang dipakai dalam pentas kesenian ketuk tilu yaitu untuk wanita menggunakan kebaya/apok, sinanjang sabuk dan aksesoris seperti gelang dan kalung, warna pakaian biasanya yang mencolok. Untuk laki- laki baju kampret, celana pangsi, ikat kepala, sabuk kulit, golok sebagai lambang kejantanan biasanya para jawara memakai gelang bahar dan warna baju gelap.




2.4 Lagu-lagu Ketuk Tilu
Kidung/kembang gadung yakni lagu wajib pada pagelaran Ketuk Tilu, Erang juga lagu wajib, Emprak atau Emprak Kagok, Polos yang berkembang menjadi Polos Tomo dan kadang-kadang disambung dengan Naek Geboy, Berenuk Mundur, Kaji-kaji, Gorong, Tunggul Kawung, Gondang, Sorong Dayung, Cikeruhan, Prangprang Tarik, Renggong Buyut, Awi Ngarambat, Bangket Solontongan, Paleredan, Geseh, Kembang Beureum, Sonteng, Ombak Banyu, Gaya Engko, Mainang, Karawangan Barlen, Soloyong.

2.5 Cara Pentas Ketuk Tilu
Pada masa lampau, kesenian ini disajikan dengan cara berkeliling (ngamen), yakni pertunjukan yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Rombongan Ketuk Tilu biasanya tidak ditanggap, tetapi menggelar sendiri pertunjukannya di tempat-tempat yang luas seperti lapangan, atau halaman rumah atau tempat lainnya yang bisa menampung orang banyak. Pertunjukannya tidak di panggung khusus, melainkan di panggung ngupuk (di atas tanah). Oleh sebab itu, para panjak atau nayaga (pemain musik) serta ronggeng, duduk beralas tikar. Di tengah-tengah arena pertunjukan biasanya dipasang oncor (lampu minyak tanah) bersumbu tiga.
Pertunjukan biasanya dimulai selepas waktu solat Isya. Tatalu adalah awal dimulai acara. Pada bagian ini biasanya para penonton akan berdatangan ke arena pertunjukan dan mereka berdiri, jongkok, atau duduk membentuk lingkaran mengelilingi arena pertunjukan. Penonton yang berada paling depan posisinya jongkok atau duduk, sedangkan yang di belakang berdiri.
Dalam pertunjukan Ketuk Tilu terdapat penari wanita yang disebut dengan Ronggeng. Ia, biasanya, selain menari dengan penari pria, juga menyanyi (ngawih/nyinden). Setiap penari pria yang menari bersama Ronggeng biasanya memberi uang, dan oleh sebab itulah mengapa Ronggeng seringkali dijuluki sebagai penari bayaran. Uang yang diterima ronggeng disebut uang pamasak.
Sebelum para pamogoran (penonton laki-laki yang menyenangi Ketuk Tilu) menari bersama dengan ronggeng, biasanya ada yang menyajikan ibing tunggal yang juga disebut ibing jago, dengan menyajikan lagu Cikeruhan, Cijagraan, dan Geboy. Setelah itu, para penonton diperbolehkan ikut menari dengan ronggeng sesuai dengan pilihannya. Adegan ini disebut ngasupan, yakni penonton masuk ke arena pertunjukan. Mereka pun dapat meminta lagu sesuai dengan kegemarannya. Penonton yang ngasupan menari dengan gerakan-gerakan yang sederhana, seperti torondol, angin-angin, buaya putih, soloyong, depok, dan lain-lain. Bahkan tak jarang yang menari saka (seingatnya). Setelah menari bersama, para pamogoran biasanya mengakhiri tarian dengan oray-orayan dalam iringan lagu ucing-ucingan. Bagi mereka yang meminta lagu maupun yang menari, diharuskan membayar. Cara memberikan uangnya bermacam-macam, ada yang dimasukkan ke dalam bokor yang telah disediakan; ada pula dengan cara menyimpan barang pada tubuh ronggeng, misalnya jaket, topi, shal, saputangan, dan lain-lain. Barang-barang tersebut nantinya dikembalikan oleh ronggeng setelah acara selesai. Dilihat dari aspek pertunjukannya Tari Ketuk Tilu terbagi ke dalam tiga bagian : Bagian pertama, Si pengiring melantunkan irama gamelan, rebab dan kendang untuk menarik perhatian masyarakat Pengunjung. Bagian kedua, tatkala para pengunjung telah berkumpul memadati tanah lapang kemudian muncul para penari memperkenalkan diri kepada para pengunjung sambil berlenggak - lenggok sehingga menarik bagi perhatian pengunjung. Bagian ketiga, Saat pertunjukan tersebut mulai dipandu oleh seorang semacam Moderator dalam rapat atau juru penerang. Pada bagian pertunjukan ini penari mengajak pengunjung untuk menari bersama dan menari secara khusus berpasangan dengan sang penari yang umumnya cantik. Seringkali apabila Pengunjung ingin menari secara khusus dengan sipenari maka pengunjung yang ikut menari harus membayar sejumlah uang sawer. Di desa-desa tertentu di Jawa Barat, pertunjukan seni tari ketuk tilu sering dilakukan sampai malam bahkan semalam suntuk. Ketuk tilu memiliki gaya tarian tersendiri dengan nama-nama seperti, Depok, Sorongan, Ban Karet, Lengkah Opat, Oray-Orayan / Ular-Ularan, Balik Bandung, Torondol, Angin-Angin, Bajing Luncat, Lengkah Tilu dan Cantel. Gaya-gaya tersebut sesuai dengan ciri khas daerahnya, dan saat ini daerah - daerah yang masih memiliki kesenian tari ketuk tilu adalah di Kabupaten Bandung, Karawang, Kuningan dan Garut namun jumlahnya semakin sedikit, karena umumnya hanya diminati generasi tertentu yaitu orang-orang yang sangat menyukai seni ketuk tilu tinimbang Jaipongan. Sedang generasi muda lebih menyukai senitari Jaipongan yang merupakan pengembangan dan modernisasi kreasi dari ketuk tilu karena tarian dan iramanya lebih dinamis dan dapat dikombinasikan dengan tari - tarian modern.

 

Silahkan login untuk meninggalkan balasan.

Pesan

Notifikasi